Pernahkah Anda mendengar cerita seseorang yang tiba-tiba mengalami serangan jantung karena adanya sumbatan di pembuluh darah jantungnya? Atau pernahkah Anda temui seseorang yang mengalami kelumpuhan sebelah anggota gerak tubuhnya? Ya, dua contoh kasus diatas adalah contoh masalah kesehatan di masyarakat yang kerapkali dijumpai dewasa ini, khususnya terkait dengan penyakit tidak menular/non-communicable disease. Penyakit tidak menular saat ini tidak hanya menempati proporsi kejadian paling tinggi di negara-negara maju, namun di negara-negara berkembang juga menjadi perhatian serius karena jumlahnya yang semakin meningkat. Penyakit jantung dan stroke adalah contoh dari non-communicable disease yang menjadi penyebab kematian nomor satu di seluruh dunia. Tapi tahukah Anda bahwa ada satu faktor risiko yang sangat penting yang berkontribusi besar terhadap kejadian penyakit-penyakit tersebut, faktor risiko tersebut adalah hipertensi atau yang biasa kita kenal dengan tekanan darah tinggi.
Definisi hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Betapa tidak, hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada tingkat pelayanan kesehatan primer. Hipertensi merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 34,1%, sesuai dengan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes tahun 2018.
Hipertensi, merupakan penyakit yang dapat ibaratkan semacam fenomena gunung es di masyarakat, angka kejadian sesungguhnya lebih besar dibanding dengan yang tercatat saat ini. Sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Kenapa hal tersebut bisa terjadi? Umumnya mereka yang mengidap hipertensi tidak menunjukkan gejala, sehingga baru disadari setelah menyebabkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung atau stroke. Tidak jarang hipertensi ditemukan secara tidak sengaja pada waktu pemeriksaan kesehatan rutin. Jika bergejala, umumnya gejala dapat bervariasi pada masing-masing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya. Gejala-gejalanya itu adalah sakit kepala/rasa berat di tengkuk, pusing berputar (vertigo), jantung berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga berdenging (tinnitus), dan mimisan. Di samping itu, pengendalian hipertensi juga belum adekuat meskipun obat-obatan yang efektif banyak tersedia. Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita hipertensi tidak patuh minum obat dan tidak mendapatkan pengobatan secara optimal.
Faktor risiko hipertensi dapat berupa faktor risiko yang tidak dapat diubah/dimodifikasi seperti umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, genetik, maupun faktor risiko yang dapat dikendalikan seperti kebiasaan merokok, konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh, kebiasaan konsumsi minum-minuman beralkohol, obesitas, kurang aktifitas fisik, serta tingkat stres yang tinggi. Di Indonesia terdapat pergeseran pola makan, yang mengarah pada makanan cepat saji dan yang diawetkan yang kita ketahui mengandung garam tinggi, lemak jenuh, dan rendah serat mulai menjamur terutama di kota-kota besar di Indonesia. Hal ini tentunya cukup berkontribusi besar terhadap semakin meningkatnya prevalensi hipertensi di Indonesia.
Bagaimana kita menatalaksana hipertensi? Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obatan ataupun dengan cara modifikasi gaya hidup. Modifikasi gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi asupan garam tidak lebih dari 1/2 sendok teh (6 gram/hari), menurunkan berat badan, menghindari minuman berkafein, rokok, dan minuman beralkohol. Olah raga juga dianjurkan bagi penderita hipertensi, dapat berupa jalan, lari, jogging, bersepeda selama 20-25 menit dengan frekuensi 3-5 kali per minggu. Penting juga untuk cukup istirahat (tidur 6-8 jam) dan mengendalikan stress. Untuk pemilihan serta penggunaan obat-obatan hipertensi disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter keluarga anda. Dengan mengetahui gejala dan faktor risiko terjadinya hipertensi diharapkan penderita dapat melakukan pencegahan dan penatalaksanaan dengan modifikasi diet/gaya hidup ataupun obat-obatan sehingga komplikasi yang terjadi dapat dihindarkan.
Seperti kita ketahui bahwa hari hipertensi sedunia diperingati setiap tanggal 17 Mei dan tema global untuk tahun ini adalah ”Measure Your Blood Pressure Accurately, Control It, Live Longer’‘. Sementara Indonesia melalui Kementerian Kesehatan tahun ini mengadopsi dengan tema ”Cegah dan Kendalikan Hipertensi dengan Tepat untuk Hidup Sehat Lebih Lama”. Tema ini bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan pencegahan dan pengendalian hipertensi yang dimulai dari diri sendiri dan keluarga. Masyarakat diimbau melakukan pengukuran tekanan darah secara mandiri atau di fasilitas pelayanan kesehatan secara berkala minimal 1 bulan sekali. Selain itu terkait dengan situasi pandemi COVID-19 saat ini, Kemenkes juga menghimbau untuk mencegah dan mengendalikan faktor risiko hipertensi dan mengendalikan penyakit tidak menular sebagai salah satu komorbid COVID-19. Ayo kita cegah dan kendalikan hipertensi mulai dari diri sendiri, mulai dari lingkungan terdekat kita, dan mulai sekarang juga untuk hidup sehat yang lebih lama.
Image by Steve Buissinne from Pixabay